Kamis, 05 Januari 2012

building character : pengantar pendidikan 2011



BUILDING CHARACTER SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MORAL BANGSA DALAM MENEKAN TUMBUH BEBASNYA KORUPSI

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
mata kuliah Pengantar Pendidikan disemester 1 ini.
dosen.
Drs. H. Nasir, M.Pd.



Disusun oleh ;
Tiana jeanita     
 Yulia prastiani
 Selly dwita lintang
 Zakiyyah Adzkiya
 Sukerih
                                Taniroh

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2011






Kata pengantar



Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadiat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan lancar dan tanpa kendala yang begitu berarti.
Sholawat serta salam tak lupa terlimpah curakan kepada kepada Nabi Muhammad SAW, serta Keluarga dan Sahabatnya. Dan tak lupa pula kami sampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pengajar mata kuliah Pengantar Pendidikan yakni Bapak H. Nasir, M.Pd dan rekan-rekan mahasiswa FKIP. Matematika semester I yang sangat berperan penting dalam upaya pembuatan makalah ini.
Makalah  yang bertemakan “BUILDING CHARACTER SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MORAL BANGSA DALAM MENEKAN TUMBUH BEBASNYA KORUPSI” ini, kami buat untuk memenuhi tugas wajib setiap kelompok sebagai penunjang nilai mata kuliah Pengantar Pendidikan. Penyajian makalah ini terdiri dari pembahasan-pembahasan mengenai pengertian building character, ruang lingkup building character, Konsep penerapan building character dalam pendidikan, dan  kontribusi “building character sebagai upaya untuk menekan tumbuh bebasnya korupsi” .
Kami selaku penyusun menyadari bahwa “tak ada gading yang tak retak” oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, guna dapat memperbaiki dan meningkat kualitas pembuatan makalah dimasa yang akan datang.
Akhir kata  “ semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan dunia pendidikan. Amin-amin yaa rabb al-alaminn”.



Indramayu,   November 2011


Penyusun



 

 


Daftar isi


Kata pengantar  ----------------------------------------------------------  i
Daftar isi  -----------------------------------------------------------------  iii
Bab I : pendahuluan -----------------------------------------------------  1
A.   Latar belakang masalah--------------------------------------- 1
B.   Rumusan masalah---------------------------------------------- 2
C.   Tujuan----------------------------------------------------------- 3
D.  Manfaat---------------------------------------------------------- 3
Bab II : pembahasan----------------------------------------------------- 4
A.   Pengertian building character --------------------------------  4
B.   Ruang lingkup building character----------------------------- 5
C.   Konsep penerapan building character dalam
Pendidikan------------------------------------------------------- 11
D.  Building character sebagai upaya untuk menekan
tumbuh bebasnya korupsi------------------------------------- 17
Bab III : penutup--------------------------------------------------------- 24
A.   Simpulan-------------------------------------------------------- 24
B.   Saran------------------------------------------------------------ 24
Daftar pustaka -----------------------------------------------------------  25






BAB 1
PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG MASALAH

    Membicarakan tentang character building (pendidikan karakter) kedengarannya cukup klise dan nyaris tanpa makna. Ungkapan ini sering kali diucapkan oleh para politisi, praktisi pendidikan, pemimpin organisasi. Akan tetapi, selama ini ungkapan tersebut sepertinya belum meninggalkan apa-apa bagi pembangunan bangsa pada umumnya. Bahkan, ungkapan character building sudah lama tidak terdengar dan semakin pudar gaungnya.
Dalam konteks yang luas, masalah character building masih merupakan suatu isu besar. Semua masalah di negeri ini; korupsi, lemahnya penegakan hukum dan HAM, konflik agama dan suku, disintegrasi bangsa, kekerasan dan terorisme, kemiskinan dan pengangguran, kasus kejahatan dan masih banyak lagi adalah lahir dari tidak adanya watak yang jelas dan kokoh dalam diri kita.
Kita lihat saja, akhir-akhir permasalahan yang menimpa bangsa kita begitu kompleks dan datang bertubi-tubi. Mulai dari kasus Century, kasus Nazaruddin dan Gayus Tambunan, tawuran antarpelajar dan antarkampung di Jakarta dan sederetan masalah pelik lainnya, yang beberapa di antaranya tidak bisa tuntas sampai hari ini. Hal ini menggambarkan betapa rapuh dan lemahnya karakter bangsa ini.
Bertitik tolak dari kenyataan di atas, maka menurut kami sudah saatnya pendidikan character building secara komprehensif kita galakkan kembali. Sebab pendidikan character building adalah upaya yang sangat signifikan untuk saat ini guna memperbaiki kondisi bangsa yang kian carut-marut ini. Dan character building yang dimaksud di sini tidak sekedar seperti apa yang diajarkan di sekolah maupun kampus saja, tapi meliputi berbagai aspek kehidupan dan berbagai elemen masyarakat yang ada.
Oleh karena itu kami mengankat judul “ BUILDING CHARACTER SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MORAL BANGSA DALAM MENEKAN TUMBUH BEBASNYA KORUPSI “.



B.  RUMUSAN MASALAH

A.   Apakah pengertian building character?
B.   Bagaimanakah ruang lingkup dari building character?
C.   Bagaimana Konsep penerapan building character dalam pendidikan?
D.  Bagaimanakah kontribusi “building character sebagai upaya untuk menekan tumbuh bebasnya korupsi”?








C.  TUJUAN

a.   Untuk memenuhi tugas wajib  setiap kelompoK      sebagai penunjang nilai mata kuliah pengantar pendidikan di semester 1 ini.
b.   Untuk menginformasikan kepada pembaca mengenai building character sebagai upaya memperbaiki moral bangsa dalam menekan tumbuh bebasnya korupsi



D. MANFAAT

a.   Dapat menuhi tugas wajib  setiap kelompok sebagai penunjang nilai mata kuliah pengantar pendidikan.
b.   Dapat menginformasikan kepada pembaca mengenai building character sebagai upaya memperbaiki moral bangsa dalam menekan tumbuh bebasnya korupsi.








BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian building characther

        Secara etimologis, karakter (character) berarti mengukir dan sifat-sifat kebajikan. Menurut Wynne character berasal dari bahasa Yunani yaitu “to mark” yang berarti menandai.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia sendiri character diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, perangai, akhlak, sikap atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya.
Secara terminologi, character berarti pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan dalam hubungannya dengan bakat pendidikan, pengalaman dan alam sekitar.
Dengan demikian, dari definisi character di atas dapat kita simpulkan bersama bahwa membangun character (character building) adalah suatu proses mengukir, memahat, atau membentuk jiwa sedemikian rupa sehingga berbentuk unik, menarik dan berbeda satu sama lainnya.


B.  RUANG LINGKUP BUILDING CHARACTHER

a.  Sikap

         
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,orang lain, obyek atau isue. Sikap merupakan suatu  pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.

Ø  Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni ;

1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

Ø  Sifat Sikap

1)   Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.
2)   Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Ø  Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan – pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner




Ø  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain :

1. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

b.    MORAL

Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral merupakan  sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.





c.   keimanan dan ketaqwa`an

keimanan dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan. Sdangkan taqwa Secara harfiah, takwa diartikan sebagai hati-hati, ingat, mawas diri dan waspada. Bisa juga diartikan sebagai rasa takut.
Menurut nurcholis majid Takwa dapat diartikan dengan sikap menjaga diri dari perbuatan jahat, sikap patuh pada kewajiban dan menjauhkan diri dari larangan Allah
Ø  Ayat yang menjelaskan tentang takwa adalah :
Al-A’raaf ayat 96 :
Artinya : “jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan takwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya”.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh karena itu, setiap warga negara seharusnya memiliki keimanan dan ketaqwaaan yang kuat dan mau menjalankan perintah agamanya masing-masing secara baik dan konsisten. Orang yang beriman dan bertaqwa  akan selalu takut kepada Tuhan dan berusaha untuk berbuat baik kepada sesama. Ia tidak akan mau melakukan perbuatan-perbuatan yang membuat murka Tuhan maupun yang merugikan orang lain.
Peranan agama dalam pendidikan karakter sangatlah besar. Beragama secara baik akan membuahkan perilaku yang baik pula. Keimanan dan ketaqwaan akan dijadikan dasar dalam setiap langkah dan perbuatan. Penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk karakter individu dalam berbagai aspek. Inilah dasar pokok yang harus dimiliki oleh setiap orang di negeri ini.
Jika setiap orang telah memiliki keiman, ketaqwaan yang kuat dan pengamalan ajaran agama secara baik, ia tidak mungkin akan melakukan perbuatan-perbuatan seperti menyakiti orang lain, menyebar isu, memprovokasi dan memfitnah, ikut ajaran sesat, korupsi dan mencuri, malas bekerja, tidak toleran, berbuat jahat dan lain sebagainya.

C.  konsep penerapan building charachter dalam pendidikan

perumusan UU Sisdiknas tahun 2003 pun menekankan moralitas sebagai aspek utama dan paling penting di dalam pembangunan pendidikan nasional. Dalam UU Sisdiknas Bab I Pasal 1 pendidikan didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Menurut sumber yang kami temukan dalam http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/13/character-building-modal-dasar-nation-building/ pendidikan character building dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1. Personal Character Building
Pembangunan karakter bersifat individu, yaitu upaya penerapan berbagai nilai dan perilaku yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang dan menjadi ciri khas kepribadiannya.
2. Community Character Building
Kita hidup dalam masyarakat (komunitas) yang heterogen. Berbeda agama, suku bangsa, bahasa, adat-istiadat, budaya, pendidikan, sejarah dan sebagainya. Agar kehidupan bisa berjalan dengan baik dan rukun, maka setiap kelompok atau golongan harus memiliki karakter seperti saling menghormati dan menghargai, sikap toleransi, Saling Bekerjasama dan Tolong-Menolong.

3. Nation Character Building
Setelah setiap orang memiliki karakter individu seperti telah diuraikan di atas, demikian halnya setiap kelompok yang ada dalam masyarakat juga telah menunjukkan karakter komunitasnya, maka tidaklah sulit untuk mewujudkan pendidikan karakter bangsa (nation character building). Maka selanjutnya, secara nasional, karakter yang harus dibangun adalah seperti membangun jiwa persatuan dan kesatuan, merasa senasib dan sepenanggungan.
    Setelah mengetahui tahap pemberdayaan pendidikan building character kini kita membahas tentang konsep penerapan dalam pembelajaran.
Konsep pembelajaran dalam pendidikan karakter cukup dilakukan dengan tiga langkah, yaitu:

(1)        membekali siswa dengan alat dan media untuk memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan;
(2)        membekali siswa denagn pemahaman tentang berbagai kompetensi tentang nilai , bersikap dan moral;
(3)        membiasakan siswa untuk selalu melakukan keterampilan-keterampilan berperilaku baik.

Setelah panjang menjelaskan tentang tahap pemberdayaan pendidikan building character dan konsep penerapan dalam pembelajaran, marilah kita menyempurnakan pendidikan building character dengan strategi – strategi manajemen pembelajaran building character.

Strategi Manajemen Pembelajaran Pendidikan Karakter meliputi 3 langkah yaitu sebagai berikut :

ü  Langkah ke-1, dimaksudkan agar siswa memahami secara benar dan menyeluruh tentang potensi diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya. Potensi diri difokuskan kepada nilai dan moral yang dapat didayagunakan untuk belajar, berhubungan dan berusaha. Sedangkan peluang yang ada di lingkungan dijadikan sumber motivasi agar siswa mau melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran atau merekayasa sendiri proses pembelajaran yang dibutuhkannya. Potensi diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitar meliputi segenap nilai dan moral yang ada dan diperkirakan dapat dicapai dan didayagunakan untuk pembelajaran dan penerapan hasil pembelajaran yang diikutinya. Berdasarkan pemahaman ini, peserta didik difasilitasi untuk memiliki dan mengembangkan kerangka atau pola pikir yang komprehensif tentang pendayagunaan dan pengembangan potensi diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya bagi perilakunya kesehariannya. Dalam tahapan ini tujuan pembelajaran di arahkan pada kompetensi dalam membedakan nilai-nilai ahlaq mulia dan ahlaq tercela, memahami secara logis tentang TABI’AT REFLEKTIF (Tahu, Mau dan Terampil Berbuat Kebaikan) dan moral yang baik serta Mampu mecari peluang untuk melakukan dan mengamalkan perilaku yang baik pentingnya ahlaq mulia dan bahayanya ahlaq tercela dalam kehidupan, mengenal sosok manusia yang berahlaq mulia untuk diteladai dalam kehidupan. Kegiatan utama guru pada tahap ini adalah: (1) merancang proses pembelajaran yang diarahkan pada pemahaman tentang klarifikasi nilai (value clarification), dan (2) membekalinya berbagai alat (instrument) dan media yang dapat digunakan secara mandiri baik secara individual ataupun kelompok.

ü  Langkah ke-2, diarahkan pada kepemilikan kepekaan kemampuan dalam mendayagunakan dan mengembangkan potensi diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya. Kompetensi dalam arti nilai-nilai dan moral yang dituntut untuk dimiliki oleh para siswa yang sesuai dengan kondisi dan peluang yang dihadapinya. Berbagai kompetensi itu perlu dikaji dan diapresiasi oleh para siswa sampai mereka memiliki cukup pilihan dalam menetapkan keputusan kompetensi mana yang paling dibutuhkan sesuai kondisi potensi dan peluang yang sedang dihadapinya. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai ahlaq mulia. Sasarannya ialah dimensi-dimensi emosional siswa yaitu qolbu dan jiwa, sehingga tumbuh kesadaran, keinginan, kebutuhan dan kemauan untuk memiliki dan mempraktekan nilai-nilai ahlaq tersebut. Melalui tahap ini pun siswa diharapkan mampu menilai dirinya sendiri (muhasabah), semakin tahu kekurangan-kekurangannya. Proses pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru ialah belajar menemukan (learning discovery) sehingga nilai-nilai dan moral yang dipelajari itu dapat dihayati. Proses penemuan dan penghayatan itu akan membentuk kedalaman apresiasi, sehingga nilai-nilai dan moral yang dimilikinya itu benar-benar dibutuhkan dalam kehidupannya.

ü  Langkah ke-3, merupakan muara penerapan kompetensi-kompetensi yang telah dimiliki para siswa melalui proses pembelajaran pada tahapan sebelumnya. Arah pembelajaran pada tahap ini adalah pendampingan kemandirian siswa agar memiliki kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai dan moral dalam perilaku keseharian sampai berbentuk tabi’at reflektif pribadi. Ruang lingkup nilai dan moral yang perlu dikuasai murid pada tahap ini erat kaitannya dengan instrumen pendukung dalam berperilaku bagi para siswa. Pendampingan terutama diarahkan untuk menguatkan kemampuan mereka tentang nilai dan moral dalam berperilaku sehingga berdampak positif terhadap sikap dan kemandiriannya di lingkungan hidup dan kehidupannya.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab dalam membentuk karakter bangsa, memiliki tugas dalam menyiapkan potensi diri dan peluang lingkungan agar siswa memiliki pengetahuan yang luas, memiliki kedalaman apresiasi, dan terampil dalam membiasakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, moral dan ahlaq yang dianut masyarakat dan bangsanya yang beradab. Pembangunan pendidikan yang sedang kita lakukan seharusnya menyentuh paradigma sistem pendidikan yang universal. Pembangunan pendidikan yang tidak berbasis pendidikan karakter telah terbukti hanya menghasilkan SDM yang bersifat mekanis dan kurang kreatif. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk secepatnya mempersiapkan  generasi yang sesuai dengan peradaban yang diinginkan, yaitu generasi yang serba siap dalam menghadapi segala tantangan kehidupan di masa depan. Generasi yang serba siap tersebut, harus diupayakan secara sistematis, terutama dalam membentuk tabi’at reflektif yang bercirikan:
(1)        Besarnya rasa memiliki warga negara (termasuk kelembagaannya) terhadap nilai-nilai, moral dan ahlaq yang dianut masyarakat dan bangsa yang beradab;
(2)        Kepercayaan diri warga negara terhadap potensi diri, sumber daya dan kemampuan untuk menerapkan nilai-nilai, moral dan ahlaq dalam membangun pribadi, masyarakat, bangsa dan negaranya
(3)        Besarnya kemandirian atau keswadayaan warga negara baik sebagai penggagas, pelaksana maupun pemanfaat dari hasil-hasil dalam menerapkan nilai-nilai, moral dan ahlaknya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Melalui pola-pola manajemen pembelajaran yang dirancang secara komprehensif dan sistematis di lingkungan sekolah diharapkan dapat menghasilkan generasi-generasi yang memiliki ketangguhan dalam keilmuan, keimanan, dan perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial. Insan-insan yang shaleh ini sangat diperlukan untuk menjadi ‘kader-kader tenaga pembangunan’ yang siap ‘berjihad’ membangun kembali masyarakat dan bangsanya agar bangkit dari keterpurukan.

D. building character sebagai upaya untuk menekan tumbuh bebasnya korupsi

Dewasa ini karakter bangsa kita dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan banyak orang-orang Indonesia tidak mau mengakui bahwa dirinya berasal dari Indonesia, mereka malu menjadi orang Indonesia. Hal ini mereka akui karena banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia. Mereka takut negara lain memandang mereka berasal dari negara teroris, atau negara para koruptor, negara yang memiliki segalanya tetapi tidak mampu mengolah sumber daya alamnya, negara bodoh, negara penonton, negara majemuk yang masyarakatnya sering ricuh antar etnis, mementingkan diri sendiri dan sukunya tanpa mempedulikan orang lain, kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, atau negara yang tidak memiliki kualitas dalam bidang apapun. Kondisi ini dapat terbilang sangat memprihatinkan.
“Education is the most powerful weapon that you can use to change the world.” Pendidikan, bagi seorang Nelson Mandela, adalah senjata yang sangat ampuh untuk dapat mengubah dunia.  Kalimat ‘sakti’ pejuang antidiskriminasi ini ternyata tidak hanya diamini oleh kaum sebangsanya, namun juga bangsa-bangsa lain di dunia.  Pendidikan adalah ujung tombak perubahan sebuah bangsa, bahkan dunia.
Indonesia, dengan kasus korupsi yang merajalela, juga tengah menempatkan pendidikan sebagai solusi permasalahan bangsa.  Pendidikan, utamanya pendidikan karakter, dihadirkan atas dasar kegalauan melihat realitas kehidupan yang terindikasi mengalami degradasi moral, termasuk mental korup yang membudaya di masyarakat.  Perang melawan korupsi melalui pendidikan memang bukan satu-satunya cara pencegahan korupsi di Indonesia.  Namun kesadaran kolektif masyarakat disadari perlu ditumbuhkan sejak dini.
Mulai Juni 2011, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan Pendidikan Karakt Antikorupsi dalam kurikulum prasekolah, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan perguruan tinggi.  ’Perang’ wacana pun terjadi di kalangan praktisi pendidikan.  Nilai-nilai agama, moral, dan karakter antikorupsi hanya menjadi sebuah transformasi konseptual yang tidak membumi.  Pendidikan karakter pun nantinya akan bernasib sama dengan pengajaran nilai moral dan agama yang selama ini hanya berkutat pada teori dan hadir dalam simbol jasmaniah yang jauh dari pengamalan nyata.

Oleh karena itu Adagium “power tends to corrupt and power absulutely tends to corrupt absolutely” yang dilontarkan Lord Acton sepertinya hampir menjadi satu-satunya postulat yang dijadikan dasar untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi di negeri ini. Semuanya hanya mengacu kepada masalah-masalah legal formal dan kontrol kekuasaan. Korupsi dianggap akan selesai kalau ada dekonsentrasi kekuasaan. Korupsi akan beres kalau ada lembaga pengawas korupsi, dan solusi-solusi lain yang selalu hanya dikaitkan dengan masalah pembenahan struktural dan pembatasan kekuasaan.
Dalam kasus Indonesia bisa kita lihat bagaimana korupsi ditangani. Isu korupsi yang sudah digelindingkan sejak zaman Suharto mendapat momentum ketika Reformasi berhasil mendongkel Orde Baru yang sudah menancapkan kuku kekuasaannya selama 32 tahun. Masalah korupsi berhasil diangkat menjadi wacana utama, bahkan sampai hari ini. Istilah KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sangat populer pada awal masa Reformasi. Selama Orde Baru, masalah ini sulit sekali tersentuh. Kalaupun ada yang memperkarakan pasti akan segera dijebloskan ke penjara dengan dalih “subversi.”
Usaha-usaha pembuatan peraturan dan pembetukan banyak lembaga untuk mengawasi berbagai penyelewengan dan tindak korupsi semakin kemari semakin banyak. Usaha-usaha lain yang bersifat pendekatan struktural—dan sangat materialistik—sudah dilakukan. Namun kelihatannya, alih-alih korupsi semakin hilang, justru prestasi korupsi Indonesia justru malah meroket menembus angka tertinggi di Asia sepanjang sejarahnya.
Korupsi kini sudah bukan monopoli para petinggi di Jakarta atau di pusat-pusat kekuasaan. Korupsi bahkan sudah menular sampai ke level terendah kekuasaan di RT dan RW. Hanya barangkali jumlah yang mereka korupsi bertingkat tergantung seberapa banyak mereka berwenang menangani anggaran.
Para peneliti mutakhir sebenarnya telah banyak menemukan penyebab utama merebaknya korupsi di negeri ini, terutama yang dilakukan antropolog dan sosiolog. Semua hampir merujuk sepenuhnya pada mentalitas para pelakunya. Sebab yang berkaitan dengan sistem yang lemah tidak selalu menjadi penyebab utama terjadinya korupsi. Kelemahan sistem hanya menyumbang sebab yang tidak signifikan. Sebab-sebab signifikan adalah pada pribadi orang perorang yang menjadi lingkaran setan perilaku korupsi.
Prof. Adi Sulistyono (sosiolog UNS) menyebutkan sekurang-kurangnya ada dua belas sebab mengapa korupsi begitu merajalela di negeri ini. Sebab-sebab itu antara lain:
1.  masyarakat mempunyai  mental suka menerabas;
2. masyarakat tidak menganggap korupsi  sebagai ‘aib’. Rendahnya budaya malu;
3. nilai ewuh pakewuh melekat pada masyarakat indonesia;
4. kontrol sosial masyarakat  terhadap perilaku korupsi masih longgar;
5. nilai kejujuran kurang mendapat penghargaan tinggi dimasyarakat;
6.  kurangnya keteladanan dari pimpinan;
7. masyarakat mengukur status sosial dari ‘kekayaan’ (uang dan kekuasaan);
8. belum ada kesadaran bersama bahwa korupsi membuat hancurnya sebuah negara, penyebab kemiskinan, menimbulkan banyak pengangguran, meningkatnya hutang;
9.  aparat penegak  hukum (polisi, jaksa, hakim) tidak memberi skala prioritas  utama pada pemberantasan korupsi;
10. diskriminasi hukum yang dilakukan kejaksaan;
11. lemahnya komitmen mahkamah agung;
12. komitmen presiden dan wakil presiden dalam memberantas korupsi  tidak kuat dan kurang konsisten.
Semua sebab di atas kembali kepada mentalitas dan sikap hidup, baik dari masyarakat maupun dari pemimpin. Sama sekali tidak terlihat peran sistem sebagai sebab utama tumbuh suburnya korupsi, sekalipun sistem sedikit banyak ada juga memberikan kontribusi. Sebab, pada kenyataannya sistem dan aturan dibuat pula oleh orang-orang yang terlibat dalam korupsi ini. Mereka bisa saja secara sengaja membuat sistem sedemikian rupa agar leluasa untuk melakukan tindak kecurangan. Jelas ini kembali kepada mentalitas dan sikap individu.
Mentalitas masyarakat sesungguhnya adalah salah satu kompleks kesepakatan sikap antar-individu dalam suatu sistem. Kesepakatan ini bermula dari kontrol moral yang lemah dari masing-masing individu sehingga cenderung dapat membenarkan penyelewengan sebagai sesuatu yang biasa. Semua ini bermula dari sikap individu yang lemah secara moral dan tidak memiliki komitmen tinggi terhadap akhlak yang harus dipelihara di dalam dirinya.
Seandainya kontrol moral individu kuat dan konsisten, paling tidak yang bersangkutan berusaha untuk menghindar dari perilaku korup yang ditawarkan komunitas sekitarnya.
Oleh karena itu Bukan suatu hal yang salah jika pemerintah menetapkan lembaga pendidikan sebagai ’bengkel’ perbaikan moralitas bangsa.  Lembaga pendidikan adalah pilihan tepat sebagai garda terdepan pembentukan karakter bangsa.  Namun menempatkan Pendidikan Karakter Antikorupsi sebagai mata pelajaran tersendiri adalah keputusan yang tidak bijak.  Pendidikan karakter harus terintegrasi dengan kurikulum yang sudah ada agar tidak menambah beban belajar siswa.

Dalam aplikasinya, tidak perlu ada materi khusus pembelajaran antikorupsi dalam kurikulum di sekolah dan perguruan tinggi.  Pendidikan Karakter Antikorupsi dapat diberikan sebagai kegiatan ekstrakurikuler (seperti pramuka, klub debat, atau gerakan mahasiswa antikorupsi) dan melalui penanaman nilai-nilai pembelajaran atas antikorupsi secara terintegrasi dalam mata pelajaran yang sudah ada.  Siswa diharapkan tidak akan terjebak dalam ’rutinitas’ pencapaian nilai A dalam mata pelajaran pendidikan karakter.  Pendidikan Karakter Antikorupsi lebih menekankan upaya pembentukan character building dan moral antikorupsi dibanding transmisi pengetahuan dan seluk beluk teori antikorupsi kepada peserta didik. Karenanya, pendidikan moral di sekolah tidak diajarkan sebagai mata pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. 
















BAB III
PENUTUP


A. Simpulan
masalah character building masih merupakan suatu isu besar. Diantara Semua masalah di negeri ini yaitu; korupsi. Korupsi merupakan salah satu masalah bangsa Indonesia Yang sampai sekarang hampir belum mampu terselesaikan oleh opsi penegak hukum manapun atau bahkan lembaga seperti apapun.
Penyebab korupsi adalah mentalitas dan kelemahan secara moral para individunya. Dan konsep penerapan building character dalam pendidikanlah yang memiliki peran penting guna memperbaki moralitas generasi muda dalam rangka perbaikan moral bangsa dan menekan tumbuh bebasnya korupsi dinegara Indonesia ini.

B. Saran

Penanaman building character sejak dini pada generasi muda dalam rangka pembentukan tabi`at reflektif secara lebih baik, agar dapat mengarahkan generasi muda untuk memiliki moralitas antikorupsi, antikolusi dan antinepotisme  (Anti- KKN).

Daftar pustaka


v http://whjobs.info/character-building.html
v http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010…
v http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/
v http://www.staipi-garut.ac.id/karya-ilmiah-top/karya-ilmiah-dosen-top/105-cegah-korupsi-dengan-character-building.html
v http://umihany.blogspot.com/
v http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/13/character-building-modal-dasar-nation-building/
v http://www.harismedia.net/2011/04/pendidikan-akhlak-dan-character.html
v http://bundakiyara.wordpress.com/2010/08/02/character-building-membentuk-kepribadian-melalui-interaksi-sosial/
v http://www.itb.ac.id/news/939.xhtml
v http://wenilestarisp.blogspot.com/2011/10/membangun-karakter-generasi-muda.html
v http://kem.ami.or.id/2011/10/pendidikan-karakter-untuk-murid-sma/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar