KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur
kehadiat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan lancar
dan tanpa kendala yang begitu berarti.
Sholawat serta salam tak lupa terlimpah curakan kepada
kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya. Dan tak lupa pula kami
sampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yakni bapak Syaefullah
yamien,S.H dan rekan-rekan mahasiswa
FKIP. Matematika semester I yang sangat berperan
penting dalam upaya pembuatan makalah ini.
Makalah yang bertemakan “ HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN RULE OF LAW”
ini, kami buat untuk memenuhi tugas wajib setiap kelompok
sebagai penunjang nilai mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan.
Penyajian
makalah ini terdiri dari pembahasan-pembahasan
mengenai sejarah Hak Asasi Manusia (HAM), Rule of law menjadi jaminan masyarakat
untuk menuju keadilan dibidang sosial, dan hubungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Rule of law dalam sosialisasi kemasyarakatan.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa “tak ada gading
yang tak retak” oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan, guna dapat memperbaiki dan meningkat kualitas pembuatan makalah dimasa yang akan datang.
Akhir kata “ semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan bagi perkembangan dunia pendidikan. Amin-amin yaa rabb al-alaminn”.
Indramayu, Oktober 2011
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR _________________________________ i
DAFTAR ISI ______________________________________ iii
BAB I: PENDAHULUAN _____________________________ 1
A.
Latar Belakang Masalah ________________ 1
B.
Tujuan_______________________________ 2
C.
Manfaat _____________________________ 2
BAB II: PERMASALAHAN ___________________________ 3
A.
Bagaimanakah
sejarah awal adanya Hak Asasi Manusia (HAM) beserta perkembangannya bersama
dengan Rule of law didunia 3
B.
Mengapa Rule of law menjadi jaminan masyarakat untuk
menuju keadilan dibidang sosial ________________________ 3
C.
Hubungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of law dalam
sosialisasi kemasyarakatan -------------------------------- 3
BAB III: PEMECAHAN
MASALAH ______________________ 5
A.
Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) didunia _ 5
B.
Rule of law sebagai jaminan masyarakat untuk menuju
keadilan dibidang sosial ________________________________ 11
C.
Hubungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of law dalam
sosialisasi masyarakat __________________________ 16
BAB IV:PENUTUP __________________________________ 19
A.
Simpulan ____________________________ 19
B.
Saran________________________________ 20
DAFTAR PUSTAKA__________________________________ 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang
melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang
lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara
individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh
oleh setiap individu. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali
dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM adalah hak-hak
yang telah dimiliki seseorang secara bebas dalam kadarnya, karena HAM merupakan
salah satu karunia ALLAH swt yang dilimpahkan pada semua manusia sejak sebelum
kelahirannya ( masa kandungan ). Sedangkan Rule of law adalah nama lain dari
negara hukum. Rule of law pun merupakan suatu jaminan keadilan bagi masyarakat
dalam bidang sosial, yang berupaya untuk menciptakan pola hidup masyarakat
madani. HAM dan rule of law tengah banyak
menyita perhatian dalam era reformasi dari pada era sebelumnya. Hal ini
dikarenakan banyaknya penguasa politik
yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat dalam segala bidang dan
asumsi para penguasa bahwasannya masyarkat adalah seseorang yang tidak memiliki
kemampuan yang baik (bodoh). Dalam hal ini masyarakat tidak memiliki kebebasan
penuh untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya, hal ini jelas bertentangan
dengan HAM. Maka dengan ini kami mengambil judul “HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN
RULE OF LAW DALAM LINGKUP SOSIALISASI UNIVERSAL”.
B.
TUJUAN
a.
Untuk memenuhi tugas wajib
setiap kelompoK sebagai penunjang nilai mata kuliah
Pendidikan kewarganegaraan.
b.
Untuk menginformasikan kepada pembaca mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) dan rule of law dalam lingkup sosial universal
C.
MANFAAT
a.
Dapat menuhi tugas wajib setiap kelompoK sebagai penunjang nilai mata kuliah
Pendidikan kewarganegaraan.
b.
Dapat menginformasikan kepada pembaca mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) dan rule of law dalam lingkup sosial universa
BAB II
PERMASALAHAN
A.
Hak Asasi Manusia
(HAM) adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang secara
bebas dalam kadarnya, karena HAM merupakan salah satu karunia ALLAH swt yang
dilimpahkan pada semua manusia sebelum kelahirannya. Begitu pula dengan Rule of
law yang konon perkembangannya sejalan dengan pekembangan kelahiran negara
berdasarkan hukum dan demokrasi setelah adanya Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun,
bagaimanakah sejarah awal adanya Hak Asasi Manusia (HAM) didunia beserta perkembangannya bersama dengan Rule of law?
B.
Rule of law merupakan
suatu upaya untuk menciptakan pola hidup masyarakat madani, selain itu rule of
law pun menjadi suatu jaminan masyarakat menuju keadilan dalam bidang sosial
yang pada umumnya berkaitan dengan penyelewengan akan dasar-dasar Hak Asasi
Manusia (HAM).
Mengapa rule of
law sebagai jaminan masyarakat menuju keadilan dibidang sosial dan perwujudan
pola masyarakat madani?
C.
Dapat dipastikan sebagian
besar orang akan menyatakan bahwa negara hukum atau rule of law terkait
erat dengan hak asasi manusia dalam artian positif. Yaitu bahwa tegaknya rule
of law akan berdampak positif pada pelaksanaan hak asasi manusia.
Benarkan demikian? Marilah kita perjelas bagaimana kaitan antara negara hukum atau rule of law dengan hak asasi manusia dalam sosialisasi kemasyarakatan.
Benarkan demikian? Marilah kita perjelas bagaimana kaitan antara negara hukum atau rule of law dengan hak asasi manusia dalam sosialisasi kemasyarakatan.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
A.
Sejarah Hak Asasi
Manusia (HAM) beserta
perkembangannya bersama dengan Rule of law didunia.
a. Sejarah internasional Hak Asasi
Manusia (HAM)
Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta di inggris pada tahun 1215, yang mencanangkan bahwa raja pemilik kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum dan mulai bertanggungjawab kepada hukum dihadapan parlementer. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam magna charta bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Secara tidak lagsung Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Setelah itu mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya.
The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
b)
Sejarah nasional Hak Asasi Manusia (HAM)
Deklarasi HAM yang dicetuskan di
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika
dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami
malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan
Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewan Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat.
Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Artinya, Universal Declaration of Human Rights kita akui, hanya saja dalam implementasinya mungkin tidak sama dengan di negara-negara lain khususnya negara Barat yang latar belakang sejarah dan budayanya berbeda dengan kita. Memang benar bahwa negara-negara di dunia (tidak terkecualai Indonesia) memiliki kondisi-kondisi khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, yang bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan HAM. Tetapi, tidak berarti dengan adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut, maka prinsip-prinsip mendasar HAM yang universal itu dapat dikaburkan apalagi diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan "penyeragaman". Sama dalam prinsip-prinsip mendasar, tetapi tidak mesti seragam dalam pelaksanaannya.
Rule of law yang diartikan sebagai ‘kekuasaan sebuah hukum’, merupakan tradisi hukum barat yang mengutamakan prinsip equality before law. Ungkapan yang sering mengekspresikannya adalah ‘government by law and not by men’. Diantara ciri-cirinya: adanya supremasi aturan-aturan hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum, dan jaminan perlindungan HAM. Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law ( hukum yang membentuk bagian utama dari hukum-hukum dibanyak negara, terutama di negara-negara yang merupakan bekas koloni atau wilayah dari Britania ), di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supermasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin rule of law.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewan Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat.
Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Artinya, Universal Declaration of Human Rights kita akui, hanya saja dalam implementasinya mungkin tidak sama dengan di negara-negara lain khususnya negara Barat yang latar belakang sejarah dan budayanya berbeda dengan kita. Memang benar bahwa negara-negara di dunia (tidak terkecualai Indonesia) memiliki kondisi-kondisi khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, yang bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan HAM. Tetapi, tidak berarti dengan adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut, maka prinsip-prinsip mendasar HAM yang universal itu dapat dikaburkan apalagi diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan "penyeragaman". Sama dalam prinsip-prinsip mendasar, tetapi tidak mesti seragam dalam pelaksanaannya.
Rule of law yang diartikan sebagai ‘kekuasaan sebuah hukum’, merupakan tradisi hukum barat yang mengutamakan prinsip equality before law. Ungkapan yang sering mengekspresikannya adalah ‘government by law and not by men’. Diantara ciri-cirinya: adanya supremasi aturan-aturan hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum, dan jaminan perlindungan HAM. Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law ( hukum yang membentuk bagian utama dari hukum-hukum dibanyak negara, terutama di negara-negara yang merupakan bekas koloni atau wilayah dari Britania ), di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supermasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin rule of law.
B.
Rule of law sebagai jaminan masyarakat menuju keadilan
dibidang sosial dan perwujudan pola hidup masyarakat madani.
Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan’’ bagi rakyat Indonesia. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya. Friedman membedakan rule of law menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materil (ideological sense).
Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan’’ bagi rakyat Indonesia. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya. Friedman membedakan rule of law menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materil (ideological sense).
a)
Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang
terorganisasi (organized public power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap
warga negara mempunyai aparat penegak hukum.
b)
Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan hukum yang
terkait ukuran hukum yaitu: baik dan buruk (just and unjust law).
Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradilan yang sempurna di atas kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan, apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan?, dalam arti perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa dapat tercapai. Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial’’, sehingga diatur pada pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
a). Pasal 1 ayat 3
Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradilan yang sempurna di atas kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan, apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan?, dalam arti perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa dapat tercapai. Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial’’, sehingga diatur pada pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
a). Pasal 1 ayat 3
Negara Indonesia adalah negara
hukum.
b). Pasal 24 ayat 1
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
c). Pasal 27 ayat 1
Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
b). Pasal 24 ayat 1
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
c). Pasal 27 ayat 1
Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
d).pasal 28 ayat 1
Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia,
memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
e). Pasal 28 ayat 2
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti “pelaksanaan dari just law.’’ Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law’’ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan “the enforcement of the rules of law’’ teragntung pada kepribadian nasional masing-masing. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
e). Pasal 28 ayat 2
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti “pelaksanaan dari just law.’’ Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law’’ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan “the enforcement of the rules of law’’ teragntung pada kepribadian nasional masing-masing. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
Rule of law (supremasi hukum) memiliki banyak peranan, Teguh prasetyo
menyebutkan bahwa hukum mempunyai tiga
peran utama dalam masyarakat yakni:
a. Sebagai sarana pengendali sosial
b. Sebagai sarana untuk memperlancar
proses interaksi sosial
c. Sebagai sarana untuk memperlancar
proses interaksi sosial
Dapat di simpulkan dari
pemaparan di atas bahwa Rule of law mampu mewujudkan masyarakat madani ( suatu
komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota
yang memiliki kode hukum sendiri ). Menurut Gellner masyarakat madani akan
terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang harmonis , yang bebas dari
eksploitasi dan penindasan. Pendek kata masyarakat madani ialah suatu komunitas
yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan atau suatu masyarakat yang
memiliki format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan
menjunjung tinggi nilai-nilai hak manusia. Hal ini diberlakukan ketika negara
sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hak-hak
asasi manusia dalam menjalankan roda kepemerintahannya. Di sinilah kemudian
konsep masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan, dengan pemberdayaan dan
penguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang
pada akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu
merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia.Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama, setiap
anggota masyarakat madani tidak bisa
ditekan, ditakut-takuti, dicecal, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari
demokrasi dan sejenisnya.
C.
Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of law dalam sosialisasi universal.
Dapat dipastikan sebagian besar orang akan menyatakan bahwa negara hukum atau rule of law terkait erat dengan hak asasi manusia dalam artian positif. Yaitu bahwa tegaknya rule of law akan berdampak positif pada pelaksanaan hak asasi manusia. Randall P. Peerenboom menyimpulkan bahwasannya:
Dapat dipastikan sebagian besar orang akan menyatakan bahwa negara hukum atau rule of law terkait erat dengan hak asasi manusia dalam artian positif. Yaitu bahwa tegaknya rule of law akan berdampak positif pada pelaksanaan hak asasi manusia. Randall P. Peerenboom menyimpulkan bahwasannya:
a)
kaitan antara rule of law
dengan hak asasi manusia adalah kompleks.
b)
prinsip-prinsip rule of
law bukanlah menjadi suatu persoalan, tetapi adalah kegagalan
untuk menaati prinsip-prinsip tersebut. Rule of law bukanlah “obat mujarab” yang dapat mengobati semua masalah.
c)
Rule
of law hanyalah satu komponen untuk sebuah masyarakat yang adil. Nilai-nilai
yang ada dalam rule of law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting
lainnya. Dengan demikian rule of law adalah jalan tetapi bukan “tujuan” itu sendiri.
d)
Rule
of law sangat dekat dengan pembangunan ekonomi. Dan pentingnya pembangunan
ekonomi bagi hak asasi manusia maka dia menyatakan agar gerakan hak asasi
manusia memajukan pembangunan. Di sini sangat penting untuk diingat bahwa
menurut Peerenboom sampai sekarang kita gagal untuk memperlakukan kemiskinan
sebagai pelanggaran atas martabat manusia dan dengan demikian hak ekonomi,
sosial dan budaya tidak diperlakukan sama dalam penegakan hukumnya seperti hak
sipil dan politik.
e)
Rule
of law saja tidak akan cukup untuk dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi,
sosial dan budaya tanpa adanya perubahan tata ekonomi global
baru dan adanya distribusi sumber alam global yang lebih adil dan seimbang.
Oleh karena itu menurutnya pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya juga
memerlukan perubahan yang mendasar pada tata ekonomi dunia.
f)
kemajuan hak asasi manusia
yang signifikan hanya dapat tercapai dalam demokrasi yang
consolidated, sementara demokrasi yang prematur mengandung bahaya yang
justru melemahkan rule of law dan hak asasi manusia terutama pada negara yang
kemudian terjadi kekacauan sosial (social chaos) atau pun perang sipil (civil
war).
g)
Rule
of law membutuhkan stabilitas politik, dan negara yang mempunyai kemampuan
untuk membentuk dan menjalankan sistem hukum yang fungsional. Stabilitas
politik saja tidak cukup. Dalam hal ini dibutuhkan hakim yang kompeten
dan peradilan yang bebas dari korupsi.
Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.
Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.
BAB IV
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah hak-hak yang telah
dimiliki seseorang secara bebas dalam kadarnya, karena HAM merupakan salah satu
karunia ALLAH swt yang dilimpahkan pada semua manusia sebelum kelahirannya. Sedangkan Rule of law merupakan konsep tentang common law ( hukum yang membentuk bagian utama
dari hukum-hukum dibanyak
negara, terutama di negara-negara yang merupakan bekas koloni
atau wilayah dari Britania ), di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh
kelembagaannya menjunjung tinggi supermasi hukum yang dibangun di atas prinsip
keadilan dan egalitarian. Dalam pelaksanaannya Rule of law sangat terikat
dengan Hak Asasi Manusia (HAM) seperti yang dikemukakan oleh Peerenboom
bahwa Rule of law bukanlah obat
mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar
pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada
akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.
B.
SARAN
sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnya kita menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), guna meminimalisir seseorang tidak mendapatkan HAM. Dengan kita menegakkan HAM, dalam arti lain kita sudah menjunjung asas negara hukum (keterlibatan kita dalam menjunjung tinggi asas Rule of law) dengan kadar sederhana, guna dapat ikut serta mensejahterakan negara kita bersamaan dengan memegang erat asas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of law berupaya untuk menjamin keadilan dalam segala bidang terutama dalam bidang sosial .
sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnya kita menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), guna meminimalisir seseorang tidak mendapatkan HAM. Dengan kita menegakkan HAM, dalam arti lain kita sudah menjunjung asas negara hukum (keterlibatan kita dalam menjunjung tinggi asas Rule of law) dengan kadar sederhana, guna dapat ikut serta mensejahterakan negara kita bersamaan dengan memegang erat asas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of law berupaya untuk menjamin keadilan dalam segala bidang terutama dalam bidang sosial .
DAFTAR PUSTAKA